Ruang ODHA Di RSK Dadi Makassar

Menengok Ruang Perawatan HIV/AIDS RSK Pemprov Sulsel
Gerbong Kematian Itu Bernama Beringin

TELATEN. Ismail (kanan) dan Dolfin Donda, dua perawat yang senantiasa telaten merawat para penderita HIV/AIDS di RSK Dadi Pemprov Sulsel. Gambar direkam Rabu, 1 Desember.
NAMANYA Ruang beringin. Di lantai bawah, berjejer kamar-kamar untuk pengidap HIV/AIDS.

GEDUNG dua lantai itu tampak berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya. Tak ada jendela berjeruji seperti bagunan lainnya. Suasananya juga tak seramai sekitarnya. Maklum letaknya memang paling belakang dan agak tersembunyi di balik bangunan lain.

Senin, 29 November lalu, di lantai bawah terlihat enam pegawai dengan pakaian dinas tampak berbincang dengan seorang pria berinisial Ir. Mereka terlihat akrab. Saling mencandai lalu tertawa lepas.

Ir adalah pengidap human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Jika di luar ruangan ini, dan Ir tidak bersama pegawai-pegawai tersebut, bisa jadi perbincangan tak akan seakrab itu. Maklum, penyakit yang diderita Ir dianggap mematikan dan berbahaya. Malah di lingkungan keluarga pengidap HIV/AIDS pun, orang seperti Ir kerap dianggap sebagai “aib”.

Namun, itu tidak berlaku bagi pegawai atau perawat di ruang beringin yang menjadi ruang perawatan HIV/AIDS di Rumah Sakit Khusus (RSK) Pemprov Sulsel.

“Perawat atau dokter di luar sana saja kadang bilang itu menakutkan. Tapi kami tidak. Hanya memang, kami tetap harus hati-hati. Misalnya kalau ada luka pasien. Karena biarpun dibayar Rp1 miliar kalau tertular, itu juga tidak seimbang. Tapi karena keterbatasan anggaran, termasuk untuk sarung tangan dan masker, kadang kita sentuh saja,” kata Kepala Ruang Beringin, Ismail.

Menurut Ismail, Ruang Beringin berikut petugasnya sangat memanjakan pasien. Apalagi mereka sadar bahwa harapan hidup para pengidap HIV/AIDS itu sangat sedikit. Mereka orang-orang kritis yang butuh motivasi.

“Makanya untuk kamar pun kita longgarkan. Kalau biasanya satu kamar untuk tiga atau empat pasien, di sini kalau perlu satu orang satu kamar,” katanya.

Bagi pengidap HIV/AIDS, Ruang Beringin memang bisa jadi menjadi tumpuan akhir atau tempat terakhir mereka untuk merasa nyaman. Apalagi jika sudah ke beberapa rumah sakit dan ditolak.

“Banyak di antara yang kita rawat di sini sebelumnya ditolak atau sudah dipulangkan di tempat lain. Di sini kami pasti terima. Makanya kami sudah seperti gerbong kematian. Yang ditolak karena parah, semuanya ke kita. Kami ingin buktikan sangat peduli,” beber Ismail.

Saat FAJAR bertandang, ada enam pasien menghuni Ruang Beringin. Mereka berasal dari rumah tahanan (rutan), lembaga pemasyarakatan atau masyarakat umum lainnya. Mereka datang ke situ untuk rehabilitasi.

“Tapi memang kadang ada yang merasa lebih baik di rumah sakit saja. Mereka merasa dihargai dan menjadi manusia seutuhnya. Kalau di luar mungkin merasa tertekan,” beber Ismail.

Para pengidap HIV/AIDS dirawat 13 orang perawat. Perawat melayani kebutuhan dasar manusia (KDM), rawat luka, pasang infus atau transfusi, terapi hingga pemeriksaan rutin lainnya setiap hari. Di ruangan ini juga memang ada tim khusus beranggotakan dokter spesialis, dokter umum, psikiater dan perawat untuk menangani pasien.

Ruang Beringin sebenarnya awalnya bukan untuk peruntukan HIV/AIDS. Gedung ini sebelumnya untuk rehabilitasi narkoba. “Tapi pasien hanya satu atau dua orang saja. Karena untuk HIV/AIDS banyak, terpaksa kita tampung. Itu sudah empat tahunan berjalan. Total ada 80-an pasien HIVB/AIDS yang dirawat. Tapi dua tahun terakhir baru banyak,” ungkap Ismail.

Dolfin Donda yang bersama Ismail menerima FAJAR menjelaskan, selama menjadi ruang perawatan HIV/AIDS, sudah banyak pasien yang meninggal di sana. Terakhir ia menyebut nama salah satu pasien berinisial Zl. Tapi katanya Zl meninggal setelah dibawa ke rumahnya.

“Yang meninggal di sini kalau ada keluarganya di Makassar diantar dengan ambulans. Itu gratis. Sedangkan yang dari luar kota, itu ada ongkos ambulansnya. Kalau yang tidak punya keluarga atau keluarganya tidak diketahui keberadaannya, kita urus dan kebumikan sendiri,” kata Dolfin. (*)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar