Semarak Malam Tahun Baru 2010 di Pantai Losari

Semarak Malam Tahun Baru 2010 di Pantai Losari
Posted by admin on January 2, 2010 in Objek Wisata, Seputar Makassar, Umum | 5 Comments

Hari sudah sore ketika saya dan rombongan teman-teman sekantor bergerak menuju pantai Tanjung Merdeka, di sekitaran Tanjung Bunga untuk merayakan malam pergantian tahun. Sesampainya di sana, kami semua melepaskan lelah dengan menikmati sore terakhir di 2009. Sayangnya matahari yang segera terbenam tertutup awan tebal, sehingga kurang puas rasanya menikmati sunset terakhir di tahun 2009 itu.

Malam menjemput, sahut-sahutan suara terompet silih berganti, seperti hendak saling mengalahkan membuat kebisingan. Di kejauhan, di tempat yang saya tahu adalah anjungan Pantai Losari, warna warni kembang api menghias angkasa di atasnya. Seperti tergoda dengan warna-warni itu, saya dan seorang kawan sekantor saya memilih mencari tahu bagaimana gaduhnya suasanya di tempat itu saat itu.

Dengan sepeda motor saya dan kawan saya bergerak ke arah Pantai Losari. Kemacetan di persimpangan jalan ke Tanjung Bunga dan Jalan Penghibur sudah sangat sulit dikendalikan. Padahal masih jam 8 malam saat itu. Pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan mobil-mobil tumpah jadi satu di jalan. Suara klakson kendaraan seperti tidak mau kalah dengan bisingnya suara terompet. Sementara di angkasa di atas orang-orang ledakan petasan mengiringi warna warni kembang api. Saya memarkir motor jauh sekali dari Anjungan, karena mustahil sampai di sana dengan kendaraan di saat ribuan manusia tumpah ruah di jalan raya.

Dengan sebuah kamera di tangan, tas dan sebuah tripod tergantung di bahu, saya berjalan kaki ratusan meter menuju pusat ‘kegaduhan’: Anjungan Pantai Losari. Saya memang berniat berburu foto saat itu. Kaki yang lelah karena berjalan, seperti terlupakan akibat hiburan kembang api di angkasa.

Sesampainya di anjungan, ratusan atau ribuan orang duduk-duduk lesehan sambil merokok atau memakan kacang, menegadah ke langit menunggu datangnya ledakan kembang api. Beberapa lainnya memegang tabung kembang api, membakar salah satu ujungnya, dan mengarahkannya ke langit. Merekalah sebenarnya yang membuat hiburan-hiburan itu. Saya tidak memilih membeli kembang api dan menembakkannya ke udara. Dengan melihat kembang api orang-orang tadi itu saja saya sudah sangat terhibur.

Saya lalu memilih salah satu tempat kosong untuk duduk lesehan. Kamera sudah terpasang di kepala tripod, lalu saya memberdirikannya di lantai. Lensa kamera sudah siap, dan menghadap langit. Berikutnya, saya hanya duduk menikmati kacang rebus, sambil menunggu suara desingan petasan untuk sesegera mungkin mulai mengambil gambar, karena kurang dari setengah detik kemudian langit akan mulai berhias bunga kembang api. Lagi, dan lagi.

Berikut ini adalah berapa hasil gambar kembang api yang berhasil saya rekam dengan kamera saya:

Jam 11 malam, jumlah kembang api semakin banyak saja. Mungkin saat itu di Makassar orang-orang juga merayakan pergantian tahun yang di waktu bersamaan sedang terjadi di Papua dan timur Indonesia. Ah, hebat juga ‘kesetiakawanan’ orang-orang itu, pikirku. Namun sayang sekali, 20 menit kemudian hujan mengguyur kota. Saya dan hampir semua orang berlarian untuk mencari tempat berteduh. Di tengah kepanikan, seorang ibu-ibu di depan saya lebih panik lagi. Ibu itu berteriak-teriak minta tolong karena barang miliknya dicopet orang lain. Masih ada saja orang-orang yang mengambil kesempatan seperti itu.

Saya berteduh di tempat yang agak jauh dari Anjungan. Sial bagi saya, 10 menit sebelum jam 12 malam hujan berhenti. Lelah yang mulai terasa membuat saya malas untuk kembali ke Anjungan. Pesta kembang api yang sebenarnya pun saya nikmati agak jauh dari pusat keramaian, dan pandangan agak terlindung dari bangunan dan proyek pengerjaan pantai losari. Jadilah saya gagal mengambil gambar momen kemeriahan yang sebenarnya.

Hingga jam 1 malam, ketika orang-orang sudah mulai bergerak pulang, jalan masih saja macet. Ditambah lagi becek akibat hujan tadi. Saya pun bersiap untuk kembali ke Tanjung Merdeka. Sialnya, motor saya selalu mengepulkan asap tebal dari knalpotnya. Di tengah kemacetan seperti itu, saya tidak mungkin menyalakan motor, agar orang di belakang saya tidak tersiksa pernafasannya. Jadilah saya mendorong motor sepanjang kurang lebih 400 meter, dengan satu orang duduk manis di boncengan.

Ternyata lelah itu berefek sangat buruk ke perut saya. Sesampainya di Tanjung Merdeka, seekor besar ikan cepa’ bakar saya santap sendirian. Dan ternyata ikan cepa bakar berukuran besar yang dinikmati sendirian juga berefek kurang baik bagi mata, yaitu menyebabkan kantuk yang teramat sangat. Saya pun tertidur dengan celana dan kaki masih kotor akibat becek di jalan tadi.

Selamat tahun baru 2010. Semoga kita jadi insan yang lebih baik setiap harinya.

Related posts:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar