HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA PSIKOLOGIS DENGAN BURNOUT PADA PERAWAT

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA PSIKOLOGIS DENGAN BURNOUT PADA PERAWAT
Posted on 28 November 2010

ABSTRAK
Perawat sebagai salah satu profesi di rumah sakit yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sangat rentan terhadap burnout. Burnout merupakan suatu kondisi psikologis pada seseorang yang tidak berhasil mengatasi stres kerja sehingga menyebabkan stres berkepanjangan dan mengakibatkan gejala-gejala seperti kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi munculnya burnout, salah satunya adalah lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Lingkungan kerja psikologis yang dipersepsikan perawat akan mempengaruhi perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris ada atau tidaknya hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout pada perawat RSU Budi Rahayu Pekalongan.
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 54 perawat dengan penentuan sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Metode pengumpulan data menggunakan metode skala, yaitu Skala Burnout yang terdiri dari 40 aitem valid (α=0,959) dan Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Psikologis yang terdiri dari 42 aitem valid (α=0,944).
Hasil analisis data dengan menggunakan metode analisis regresi sederhana menghasilkan koefisien korelasi dengan (rxy) sebesar-0,812 dengan p= 0,000(p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan arah hubungan negatif yang signifikan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout. Semakin negatif persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, maka semakin tinggi burnout, demikian pula sebaliknya semakin positif persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, maka semakin rendah burnout. Hipotesis penelitian ini dapat diterima. Koefisien Determinasi sebesar 0,659 memberi pengertian bahwa sumbangan efektif yang diberikan variabel persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis terhadap burnout sebesar 65,9% sedangkan 34,1% sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Kata Kunci: Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Psikologis, Burnout, Perawat PENDAHULUAN Semakin berkembangnya berbagai penyakit, maka kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin meningkat. Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan dan tempat penyelenggaraan upaya kesehatan berusaha untuk meningkatkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan, kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemeliharaan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Rumah sakit sebagai organisasi sosial yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang memanfaatkannya. Keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan, karena selama 24 jam perawat berada di sekitar pasien dan bertanggung jawab terhadap pelayanan perawatan pasien. Menurut Gunarsa (1995, h.38) perawat sebagai seseorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dokter atau suster kepala. Andriani (2004, h.52) mengungkapkan tugas utama perawat dalam membantu kesembuhan pasien, memulihkan kondisi kesehatan bahkan menyelamatkan pasien dari kematian menjadikan profesi perawat sangat rentan mengalami stres kerja. Rachmawati (2007), menyebutkan hasil survei yang dilakukan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2006, menunjukkan sekitar 50,9 persen perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres kerja. Perawat sering mengalami pusing, lelah, tidak bisa istirahat karena beban kerja yang tinggi dan menyita waktu. Perawat juga mendapatkan gaji yang rendah tanpa insentif yang memadai. Hasil data yang di himpun PPNI pada Mei 2009 di Makassar menunjukkan 51 persen perawat mengalami stres kerja, pusing, lelah, kurang istirahat karena beban kerja terlalu tinggi. Beberapa rumah sakit di Makassar menepatkan perawat tidak sesuai keahlian (Hadi, 2009). Permasalahan yang dialami perawat, maka dapat menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh penerima layanan. Menurut Musanif (2007), perawat rumah sakit pemerintah dan puskesmas di Padang dilaporkan bersikap judes dan membentak-bentak pasien dan keluarganya. Perawat rumah sakit umum Mataram juga dilaporkan telah bersikap sikap tidak menyenangkan. Pasien bangsal kelas tiga yang kebanyakan dihuni pasien dari program jaringan pengaman sosial (JPS) yang mendapat pembebasan biaya perawatan, merasa sering tidak dipedulikan dan mendapat perlakuan sinis oleh perawat (Ntb, 2007). Menurut Direktur Akademi Keperawatan Aisyiyah Padang, para perawat yang suka berlaku kasar terkait dengan faktor psikologis dan rendahnya penghasilan perawat. Data menunjukkan tingkat kesejahteraan perawat di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata dibanding dengan negara lain. Beberapa rumah sakit besar seperti RS. Pondok Indah dan dan RS. Pertamina Jakarta sudah cukup memperhatikan kesejahteraan perawat, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan tolak ukur karena masih banyak rumah sakit di Indonesia yang kurang memperhatikan kesejahteraan perawatnya (Tahulending, 2008). Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenKes) nomor 129 tahun 2001 tentang keperawatan telah berusaha untuk melindungi profesi perawat, namun KepMenKes nomor 129 tahun 2001 dirasa belum cukup kuat melindungi perawat, karena belum ada petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, dan berbagai rincian yang mengatur perawat dan keperawatan belum ada. Berdasarkan kondisi tersebut, dipandang perlu membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) Keperawatan. Aspirasi-aspirasi disahkannya RUU tersebut terlihat dalam unjuk rasa yang dilakukan perawat di berbagai daerah di Indonesia. Sekitar seribu perawat di Jakarta yang tergabung dalam PPNI se-Jabotabek pada 8 Juni 2009 melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, dalam aksinya mereka menuntut agar Dewan segera mengesahkan RUU Keperawatan menjadi Undang-undang (UU) tahun ini, karena UU tersebut akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi profesi perawat. Para pengunjuk menilai kondisi yang ada di Indonesia saat ini sangat merugikan nasib para perawat. Indonesia termasuk dalam tiga negara di Asia Tenggara bersama Laos dan Vietnam yang tidak memiliki UU Keperawatan. Akibatnya, kinerja para perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak maksimal (Faizal, 2009). Aksi unjuk rasa juga dilakukan oleh para perawat dan mahasiwa keperawatan yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Keperawatan pada 19 Juni 2009 di Bandung. Para pengunjuk menuntut RUU Keperawatan segera disahkan oleh DPR. Mereka menilai adanya UU, maka profesi keperawatan dapat meningkatkan pelayanan dan profesionalisme secara maksimal. RII tidak hanya mengatur hak dan kewajiban perawat, namun juga menjamin hak-hak pasien sehingga pasien mendapat pelayanan yang baik (Republika, 2009). Profesi perawat vital sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat, peran perawat sangat stategis menjadi tulang punggung dalam membantu tugas-tugas dokter dan balai pengobatan dalam melayani pasien dan masyarakat pada umumnya. Perawat mengalami kondisi dilematis, di satu sisi pihak rumah sakit cenderung menekan perawat untuk menunjukkan kinerja, namun tanpa diiringi dengan perbaikan kesejahteraan. Di sisi lain pasien selalu menuntut pelayanan maksimal tanpa memperhatikan kondisi perawat. Hal ini dapat berdampak munculnya stres pada perawat. Perawat yang tidak dapat menangani stres dengan segera maka stres akan berlarut dan mengakibatkan dampak jangka panjang, sehingga muncul kecenderungan burnout pada perawat (Shinn dalam Andriani, 2004, h.52). Bernardin (1990, h.639) menggambarkan burnout sebagai suatu keadaan yang mencerminkan keadaan emosional pada orang yang bekerja pada pelayanan kemanusiaan (human services), dan bekerja erat dengan masyarakat, misalnya guru, anggota polisi, perawat di rumah sakit, dan para pekerja sosial. Resiko terjadinya burnout pada bidang pelayanan sosial disebabkan karena pekerja pada bidang sosial memiliki keterlibatan langsung dengan objek kerja atau kliennya. Selama proses pemberian pelayanan, pekerja mengalami situasi yang kompleks dan sarat beban emosional, seperti menangani klien yang tidak kooperatif, dan berhubungan dengan penderitaan pasien. Berhadapan terus-menerus dengan hal seperti itu dapat membuat pekerja menjadi rentan terhadap burnout (Ema, 2004, h.34). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli (dalam Eviaty, 2005, h.103) menunjukkan profesi bidang kesehatan dan pekerja sosial menepati urutan pertama yang paling banyak mengalami burnout, yaitu sekitar 43%. Di antara profesi di bidang kesehatan, perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dokter dan apoteker. Tingginya stres yang harus di hadapi perawat rentan terhadap munculnya gejala-gejala burnout (Berry, dalam Eviaty, 2005, h.103). Baron & Greenberg (2003, h.129) mengatakan bahwa burnout adalah suatu sindrom kelelahan emosional, fisik, dan mental, berhubungan dengan rendahnya perasaan harga diri, disebabkan penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan. Pekerja yang mengalami burnout menjadi berkurang energi dan ketertarikannya pada pekerjaan. Mereka mengalami kelelahan emosional, apatis, depresi, mudah tersinggung, dan merasa bosan. Mereka menemukan kesalahan pada berbagai aspek, yakni lingkungan kerja mereka, hubungan dengan rekan kerja, dan bereaksi secara negatif terhadap saran yang ditunjukkan pada mereka (Schultz & Schultz, 2002, h.373). Maslach (dalam Ema, 2004, h. 37) mengungkapkan burnout berdampak bagi individu, orang lain, dan organisasi. Dampak pada individu terlihat adanya gangguan fisik seperti sulit tidur, rentan terhadap penyakit, munculnya gangguan psikosomatik, maupun gangguan psikologis yang meliputi penilaian yang buruk terhadap diri sendiri yang dapat mengarah pada terjadinya depresi. Dampak burnout yang dialami individu terhadap orang lain dirasakan oleh penerima pelayanan dan keluarga. Selanjutnya dampak burnout bagi organisasi adalah meningkatnya frekuensi tidak masuk kerja, berhenti dari pekerjaan atau job turnover, sehingga kemudian berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kerja dalam organisasi (Cherniss, dalam Ema, 2004, h. 38). Baron dan Greenberg (1995, h.260) menjelaskan bahwa burnout yang dialami seorang pekerja selain dipengaruhi oleh faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dalam organisasi. Faktor internal meliputi jenis kelamin, usia, dan harga diri, sedangkan faktor eksternal meliputi salah satunya lingkungan kerja. Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pekerja sewaktu menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja adalah keadaan di sekitar tempat kerja pada waktu karyawan melakukan pekerjaannya. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan sehingga karyawan akan berusaha untuk menghasilkan sesuatu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik kepada para karyawan, pimpinan, dan hasil pekerjaannya (Anorogo & Widiyanti, 1990, h.58). Wineman (dalam Syafika, 2004, h. 87) menyatakan bahwa setiap lingkungan kerja selalu meliputi kondisi lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik merupakan keadaan ruangan beserta perlengkapan yang mendukung, sedangkan lingkungan psikologis merupakan kondisi organisasi dan interaksi sosial di dalamnya. Wesik (dalam Syafika, 2004, h.87) menyebutkan bahwa lingkungan psikologis adalah keadaan sekitar tempat kerja pada waktu individu melakukan pekerjaan dan kecenderungan ini merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu, sehingga individu akan berdaya guna untuk menghasilkan sesuatu. Lingkungan kerja psikologis merupakan faktor penting dan berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Lingkungan kerja psikologis sangat mempengaruhi keadaan karyawan dalam bekerja, di mana lingkungan kerja psikologis yang buruk akan menyebabkan timbulnya kelelahan, ketegangan emosi, serta motivasi yang rendah. Sebaliknya, lingkungan kerja psikologis yang baik menciptakan motivasi tinggi dan tidak menimbulkan kelelahan serta ketegangan emosi pada karyawan (Kartono, 1994, h.151). Seberapa jauh akibat yang akan ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung pada bagaimana cara individu mempersepsikannya. Setiap individu mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu hal walaupun berada didalam situasi yang sama. Apabila karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungan kerja, maka karyawan akan menerima hal tersebut sebagai hal yang menyenangkan. Sebaliknya, bila karyawan memiliki persepsi yang negatif terhadap lingkungan kerja, maka karyawan akan menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan (Andriani, 2004, h.53). Menurut Mulyana (2001, h.167), persepsi merupakan suatu proses kognitif psikologis dalam diri individu yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan yang digunakan individu untuk memahami objek yang dipersepsi. Persepsi terhadap lingkungan kerja secara teoretis dikemukakan oleh Streers & Porter (1985, h. 35) yang membatasi persepsi terhadap lingkungan kerja sebagai hal-hal karakteristik yang dipersepsikan individu dalam organisasi. Persepsi merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan oleh organisasi, baik secara sadar maupun tidak sadar. Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku individu di dalam suatu organisasi. Persepsi terhadap lingkungan kerja dengan kecenderungan burnout telah diteliti oleh Andriani (2004, h. 61) yang menunjukkan hasil terdapat korelasi negatif antara persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja terhadap kecenderungan burnout pada perawat Instalasi Rawat Darurat RSUD dr. Soetomo Surabaya. Kondisi linkungan kerja meliputi kondisi fisik(penerangan, suhu udara atau temperatur, dan kebisingan) dan non fisik/struktur kerja (kekeburan peran, konflik peran, beban kerja, dan tanggung jawab). Hal ini menunjukkan bahwa salah satu yang mempengaruhi burnout adalah lingkungan psikologis. Rumah Sakit Umum (RSU) Budi Rahayu adalah salah satu rumah sakit umum swasta di Pekalongan yang memiliki tujuan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. RSU ini menekankan para karyawannya untuk dapat mewujudkan harapan pelanggan dengan cara bersikap santun, berempati, handal, tanggap, dan mampu memberikan rasa aman dan nyaman terhadap pelanggan. Berdasarkan hasil data kesan dan pesan pelanggan RSU Budi Rahayu tahun 2007 dan 2008, ditemukan adanya beberapa keluhan yang menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan perawat. Tahun 2007 terdapat 6 keluhan dan meningkat menjadi 11 keluhan pada tahun 2008. Kesan terhadap perawat yang ditulis oleh pelanggan mengenai perawat, antara lain: perawat judes, kurang ramah, galak, ketus, dan tidak cekatan. Hasil angket dan wawancara ditemukan adanya keluhan perawat mengenai kondisi lingkungan kerja psikologisnya, misalnya ketidaksesuaian gaji yang diterima dengan tugas pekerjaan yang dibebankan, pimpinan tidak adil, dan merasa kurang diperhatikannya kesejahteraan. Berdasarkan penjelasan yang diperoleh di atas dan fakta yang diperoleh, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout pada perawat RSU Budi Rahayu Pekalongan? HIPOTESIS Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout. Semakin positif persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, maka semakin rendah burnout, demikian pula sebaliknya. Semakin negatif persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, maka semakin tinggi burnout. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel a. Variabel Tergantung : Burnout b. Variabel Bebas : Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Psikologis B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Burnout Burnout adalah suatu kondisi psikologis pada seseorang yang tidak berhasil mengatasi stres kerja sehingga menyebabkan stres berkepanjangan dan mengakibatkan gejala-gejala seperti kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. 2. Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Persepsi terhadap lingkungan psikologis adalah pengamatan yang melibatkan proses kognisi dan afeksi terhadap kondisi psikologis di sekitar karyawan yang berkaitan dengan beban tugas, hubungan dengan atasan dan rekan kerja, serta imbalan, yang dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. C. Subjek Penelitian Pada penelitian ini seluruh populasi digunakan sebagai sampel atau disebut dengan sampling jenuh (Sugiyono, 2006, h.61). Teknik sampling jenuh, yaitu teknik pengambilan subjek dengan menggunakan semua subjek untuk dikenai penelitian baik dalam uji coba dan penelitian (Nasution, 2001, h.83). Alasan digunakan sampling jenuh dikarenakan anggota populasi kecil atau sedikit dan dapat dijangkau oleh peneliti sehingga penggunaan sampel penelitian tidak diperlukan (Bungin, 2001, h.104). D. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua macam skala, yaitu skala burnout dan skala persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis: 1. Skala Burnout Pengukuran terhadap variabel ini menggunakan skala. Skala disusun berdasarkan dimensi-dimensi burnout menurut teori Baron & Greenberg (1997, h.236) meliputi kelelahan fisik, kelelahan emosional, kelelahan mental, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. 2. Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Pengukuran terhadap variabel ini juga menggunakan skala. Skala disusun berdasarkan aspek persepsi yang meliputi aspek kognisi dan aspek afeksi dari Coren,dkk (1999, h.9), yang dikaitkan dengan aspek lingkungan kerja psikologis dari Anorogo & Widiyanti (1990, h.60), yang meliputi beban pekerjaan, hubungan dengan atasan dan rekan kerja, serta imbalan. E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas menggunakan batasan rxy > 0,30. Azwar (2005, h.65), mengungkapkan semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Cara untuk mengetahui validitas digunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 2004, h.19) dan Cara untuk menguji reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tes-retest atau stability.
F. Metode Analisis Data
Uji normalitas sebaran data penelitian menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test , dan pengujian hipotesis menggunakan metode analisis regresi sederhana.
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A.
Pelaksanaan Penelitian
Setelah dilakukan penyeleksian aitem sesuai dengan pengujian daya beda dan penyusunan kembali aitem yang memenuhi persyaratan uji daya beda atau aitem yang masuk kategori valid, kemudian dilakukan pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan penelitian dimulai setelah jeda waktu dua minggu antara pelaksanaan try out dan penelitian. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Skala Burnout yang terdiri dari 40 aitem dan Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Psikologis yang terdiri dari 42 aitem. Penelitian dilakukan pada 54 perawat di ruang kepala bagian personalia RSU Budi Rahayu.
B.
Hasil Analisis Data
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran skor variabel burnout dan persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis. Uji normalitas sebaran data penelitian menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan skor Kolmogorov-Smirnov variabel burnout sebesar 1,321 dengan nilai p = 0,061 (p>0,05), yang berarti variabel burnout
memiliki data yang berdistribusi normal. Variabel persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis juga memiliki distribusi data yang normal dengan skor Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,282 dengan p = 0,075 (p>0,05).
b.
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Hubungan yang linear menggambarkan bahwa perubahan pada variabel bebas akan cenderung diikuti oleh perubahan variabel tergantung dengan membentuk garis linear. Uji lineritas hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout menghasilkan FLin = 100,420 dengan nilai signifikansi p=0,000 (p<0,05).
c.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout. Analisis regresi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout melalui rxy = -0,812 dengan p = 0,000 (p<0,05). Tanda negatif pada angka -0,812 menunjukkan arah hubungan yang negatif, dimana semakin negatif persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, maka burnout semakin tinggi. Tingkat signifikasi korelasi p = 0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout dapat diterima.
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout pada perawat RSU Budi Rahayu Pekalongan. Artinya, hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dengan burnout pada perawat RSU Budi Rahayu Pekalongan dapat diterima.
2.
Sumbangan efektif persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis terhadap burnout pada perawat RSU Budi Rahayu Pekalongan adalah sebesar 65,9%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa burnout sebesar 65,9% ditentukan oleh variabel persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis, sedangkan 34,1% ditentukan oleh faktor lain.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1.
Bagi Perawat
Perawat diharapkan untuk dapat mengkomunikasikan keluhan-keluhan dengan lebih baik dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Perawat juga dapat memberikan saran dan masukan kepada pihak pengelola rumah sakit secara terbuka pada setiap agenda rapat rutin berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dirasa kurang sesuai atau perlu dilakukan pembenahan.
2.
Bagi pihak Badan Pengelola RSU Budi Rahayu Pekalongan
Pihak RSU Budi Rahayu diharapkan mampu memberikan fasilitas-fasilitas yang memadai kepada para perawat, melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, serta menciptakan komunikasi yang baik antara perawat dan pimpinan.
3.
Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian terhadap burnout, perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain yang turut berpengaruh terhadap burnout seperti karakteristik individu yang meliputi jenis kelamin dan kepribadian. Bagi peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini dapat memperluas orientasi kancah penelitian tidak hanya pada pelayanan kesehatan, tetapi juga pada pelayanan pendidikan, perbankan, dan organisasi yang bergerak di bidang industri barang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1999. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi. Jakarta: BPFE.
Andarika, R. 2004. Burnout Pada Perawat Puteri RS St. Elizabeth Semarang Ditinjau Dari Dukungan Sosial. Jurnal Psyche. Vol.1, No.1. Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Dharma Palembang.
Andriani, R. 2004. Pengaruh Persepsi Mengenai Kondisi Lingkungan Kerja dan Dukungan Sosial terhadap Tingkat Burnout pada Perawat IRD RSUD dr.Soetomo Surabaya. Insan. Vol.6, No.1. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Anorogo, P & Widiyanti, N. 1990. Psikologi Dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron & Greenberg. 1995. Behavior in Organization Understanding and Managing The Human Side of Work. 5th Edition. USA: Prentice Hall.
. 1997. Behavior in Organization Understanding and Managing The Human Side of Work. 6th edition. USA: Prentice Hall
Bernardin, J.H. 1990. Human Resources Management: An Experiental Approach. Singapore: McGraw-Hill Book. Coy.
Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Sosial (Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif). Surabaya: Airlangga University Press.
Chaplin, J. P. 2001. Alih Bahasa : Kartini Kartono. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali Press.
Cooper, dkk. 1996. Handbook of Work and Health Psychology. Singapore: John Willey & sons Ltd.
. 2001. Organizational Stress A Review and Critique of Theory, Reserch, and Applications. Thousand Oaks: Sage Publication.
Coren, S., Ward, L.M., Erns, J.T. 1999. Sensation And Perception, 5th Edition. New York : Hartcourt College Publisher, Inc.
Davis, K & Newstroom, J.W. 1985. Perilaku Dalam Organisasi. Alih Bahasa: Dharma A. Jakarta: Erlangga.
Ema, Anrilia. 2004. Peranan Dimensi-Dimensi Birokrasi terhadap Burnout pada Perawat Rumah Sakit Di Jakarta. Jurnal Psyche. Vol. 1, No. 1. Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang.
Eviaty & Satiadarma, M.P. 2005. Persepsi terhadap Dukungan Rekan Sekerja dan Gejala Burnout (Studi pada Perawat Unit Perawatan Intensif). Jurnal Phronesis. Vol. 7, No. 2. Jakarta : Fakultas Psikologi Tarumanagara.
Fabella. 1993. Anda Sanggup Mengatasi Stres. Alih Bahasa: Lintong, Panjaitan. Bandung: Indonesia Publishing House.
Faizal, A. 8 Juni 2009. Seribu Perawat datangi Gedung DPR RI. 2009, 24 Juni. [Online] : Diunduh: http://www.indosiar.com/fokus/80607/seribu-perawat -datangi-gedung-dpr-ri.
Fraser, T.M. 1992. Stres dan Kepuasan Kerja. Alih Bahasa: Mulyana. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Gibson, J.L., Donnely, J.H., Ivancevich, J.M. 2007. Organisasi dan Manajemen Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan oleh Djoerban Wahid. Jakarta: Erlangga.
Gunarsa, Singgih D. 1995. Psikologi Perawatan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hadi, Muhammad. 31 Mei 2009. 51 Persen Perawat Mengalami Stres. 2009, 24 Juni. [Online]. Diunduh: http://www.makassar-community.com/kota/824-51-persen-perawat-mengalami-stres.html.
Irwanto. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Kartono. 1994. Psikologi Sosial untuk Managemen Perusahaan dan Industri. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kartono, K & Gulo, D. 2003. Kamus Psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya.
Mar’at. 1984. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukuran. Bandung : Ghalia.
Maslach, C & Michael, P.L. 1997. The Truth About Burnout: How Organization Cause Personal Stress And What To Do About It. San Francisco: Jossey-Bass Inc.
Musanif, Musriadi. 28 Mei 2007. Perawat Gemar Main Bentak. 2009, 4 Mei. [Online]. Diunduh: http://musriadi.multiply.com/journal/item/25/perawat-gemar-main-bentak.
Nasution, S. 2001. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nitisemito, A.S. 1991. Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Ntb. 28 Juni 2007. Oknum Perawat RSU Mataram, Remehkan Pasien Klas 3. 2009, 4 Mei. [Online] : Diunduh: http://www.nusatenggaranews.com/old/mod. php.mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1953
Rachmawati, Evi. 12 Mei 2007. 50,9 Persen Perawat Alami Stres Kerja. 2009, 4 Mei. [Online]. Diunduh: http://www2.kompas.com/Ver1/kesehatan/0705/12/14 3801.htm.
Rakhmat, J. 2000. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Republika. 19 juni 2009. UU Keperawatan Dihambat, Perawat Ancam Mogok. 2009, 24 Juni. [Online]: Diunduh: http://www.republika.co.id/berita/57257/ uu_keperawatan_dihambat_perawat_ancam_mogok.
Robbins, S. P. 2002. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Edisi Kedelapan. Jilid 1. Jakarta: Prenhallindo.
Schultz, D. & Schultz, S.E. 2002. Psychology and Work Today. Upper Saddle River: Prentice Hall.
Sears, D.O., Freedman, J.L., Peplau, L.A. 2002. Psikologi Sosial. Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sihontang, I.N. 2004. Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin. Jurnal psyche. Vol. 1, No.1. Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Dharma Palembang.
Simamora, H. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.
Siswanto, B. 2003. Manajemen Tenaga kerja Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Steers, R.M. & Porter, L.W. 1985. Motivation and Work Behavior. New York: McGraw Hill, Co.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: ANDI.
Syafrika, I., Suyasa, T. 2004. Persepsi terhadap Lingkungan Fisik Kerja dan Dorongan Berperilaku Agresif pada Polisi Lalu Lintas. Insan. Vol. 6, No. 3. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Tahulending, Hendra. 11 Juli 2008. Masa Depan Seorang Perawat. 2009, 4 Mei. [Online] : Diunduh: http://i298/mm269/tahulendinghendra/mediangaji.jpg.
Walgito, B. 2001. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Andi Offset
. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar